PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 154/PMK.03/2010 TANGGAL 31 AGUSTUS 2010
TENTANG
PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS
PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG
LAIN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Menteri
Keuangan dapat menetapkan bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan
dengan pembayaran atas penyerahan barang;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf b
Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Menteri
Keuangan dapat menetapkan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib
Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang
lain;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2)
Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di
Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4893);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
4. Keputusan
Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN
KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN.
Pasal 1
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
a. Bank
Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau
lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang;
c. bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan
mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat
Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak
ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam
negeri;
f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan
Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka
dari pedagang pengumpul.
Pasal 2
(1) Besarnya
Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
a. Atas impor:
1. yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5%
(dua setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum dan
tepung terigu sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor;
2. yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar
7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan/atau
3. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen)
dari harga jual lelang.
b. Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf b, huruf c, dan huruf d sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga
pembelian.
c. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh
produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai
berikut:
1. Bahan Bakar Minyak sebesar:
a. 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU Pertamina;
b. 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan Non
SPBU;
2. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari
penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
3. Pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
d. Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan
usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas,
industri baja, dan industri otomotif:
1. penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,1% (nol koma satu
persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
2. penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25%
(nol koma dua puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan
Nilai;
3. penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau
lebih di dalam negeri sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari
dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
4. penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% (nol koma tiga
persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai.
e. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau
ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor
kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk sebagai pemungut
Pajak Penghasilan Pasal 22 dari pedagang pengumpul sebesar 0,25% (nol koma dua
puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka
1 dan angka 2 adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea
Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan
pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
kepabeanan di bidang impor.
(3) Besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan
terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku untuk
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang bersifat tidak final.
Pasal 3
(1) Dikecualikan
dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22:
a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan
atau Pajak Pertambahan Nilai:
1. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
2. barang untuk keperluan badan internasional beserta
pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang
diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang
tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk
keperluan badan internasional beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia;
3. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal,
sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
4. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi
alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
5. barang untuk keperluan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan;
6. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra
dan penyandang cacat lainnya;
7. peti atau kemasan lain yang berisi
jenazah atau abu jenazah;
8. barang pindahan;
9. barang pribadi penumpang, awak sarana
pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
10. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk
suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang
bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi
Nasional (PIN);
14. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan
buku-buku pelajaran agama;
15. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal
angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal
penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan
pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
16. pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan
penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional;
17. kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan
atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api
Indonesia;
18. peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto
udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional
Indonesia; dan/atau
19. barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang
importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
c. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata
dimaksudkan untuk diekspor kembali;
d. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang
telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau
barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan
pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai;
e. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan huruf d, berkenaan dengan:
1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua
juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas,
pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos.
f. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh
Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG);
g. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang
perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
h. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan
penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
(2) Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tetap berlaku dalam hal
barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% (nol persen).
(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf g dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
huruf e, huruf f, dan huruf h dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan
huruf c dan ayat (2) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang
tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur
Jenderal Pajak.
Pasal 4
(1) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, terutang dan
dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
(2) Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka
Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
(3) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh
pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan huruf d
terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
(4) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi
industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif terutang
dan dipungut pada saat penjualan.
(5) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil bahan bakar
minyak, gas dan pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat
Perintah Pengeluaran Barang (delivery order).
(6) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari
pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada saat pembelian.
Pasal 5
(1) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang
dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh:
a. importir yang bersangkutan; atau
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
ke
kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan.
(2) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang
oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan
huruf d, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank
devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh
pemungut pajak.
(3) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan
bakar minyak, gas dan pelumas, dan penjualan hasil produksi industri semen,
industri kertas, industri baja dan industri otomotif, wajib disetor oleh
pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
(4) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian
bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau
eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank
devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak.
Pasal 6
(1) Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importir,
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf b, huruf c dan huruf d, menggunakan formulir Surat Setoran Pajak
yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak.
(2) Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e,
huruf f, dan huruf g, wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
a. lembar kesatu untuk Wajib Pajak (pembeli/pedagang
pengumpul);
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan
bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan
c. lembar ketiga sebagai arsip pemungut
pajak yang bersangkutan.
Pasal 7
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan
Masa ke Kantor Pelayanan Pajak.
Pasal 8
Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 dan pelaporan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dilakukan sesuai jangka waktu sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan
tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran dan pelaporan pemungutan pajak.
Pasal 9
(1) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang,
pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf
b, huruf c dan huruf d, penjualan hasil produksi industri semen, industri
kertas, industri baja dan industri otomotif dan pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan
sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang
dipungut.
(2) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan
bakar minyak, gas dan pelumas kepada:
a. penyalur/agen bersifat final;
b. selain penyalur/agen bersifat tidak
final.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas
penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang
lain diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 11
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai
berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukkan
Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan Serta Tata
Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 12
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar