Total Tayangan Halaman

Selasa, 18 Desember 2012

PPN BM NOMOR 137/PMK.011/2008 TANGGAL 7 OKTOBER 2008




PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 137/PMK.011/2008 TANGGAL 7 OKTOBER 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 620/PMK.03/2004 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH




MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
a.         bahwa dalam rangka meningkatkan daya saing bagi industri elektronika nasional perlu dilakukan pengaturan kembali terhadap jenis barang kena pajak berupa televisi, mesin cuci, dan kamera yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
b.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 dan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
2.         Peraturan Pemerintah Nomor 145 TAHUN 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 261, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4063) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4619);
3.         Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
4.         Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.03/2008;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 620/PMK.03/2004 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH.

Pasal I
Mengubah Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.03/2008 sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal II
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

PPN BM NOMOR SE-37/PJ/2010 TANGGAL 10 MARET 2010




SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-37/PJ/2010 TANGGAL 10 MARET 2010
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-8/PJ/2010 TENTANG SAAT TERUTANGNYA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH DARI PUSAT KE CABANG ATAU SEBALIKNYA DAN PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH ANTAR CABANG

Bersama ini disampaikan salinan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-8/PJ/2010 tentang Saat Terutangnya Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Dari Pusat Ke Cabang Atau Sebaliknya Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Antar Cabang.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1.         Dalam hal Pengusaha mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, maka Pengusaha tersebut harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada setiap tempat pajak terutang, kecuali dilakukan pemusatan tempat pajak terutang.
2.         Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh Pengusaha Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah antar cabang, terutang Pajak Pertambahan Nilai.
3.         Dalam hal pusat atau cabang yang menyerahkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, atas penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka (2) belum terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4.         Saat terutangnya Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah sebagaimana dimaksud pada angka (3) ditetapkan pada saat penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dari Pengusaha Kena Pajak pusat atau cabang kepada pihak lain.
5.         Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-428/PJ./2002 tentang Saat Terutangnya Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Dari Pusat Ke Cabang atau Sebaliknya dan Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Antar Cabang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
6.         Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

PPN BM NOMOR SE-59/PJ/2010 TANGGAL 3 MEI 2010




SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-59/PJ/2010 TANGGAL 3 MEI 2010
TENTANG
PENGGUNAAN APLIKASI E-SPT PPN 1107 SEHUBUNGAN DENGAN BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009

Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-14/PJ/2010 tanggal 26 Maret 2010 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ/2006 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) serta memperhatikan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-6/PJ/2009 tanggal 20 Januari 2009 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Dalam Bentuk Elektronik, dengan ini disampaikan penegasan sebagai berikut:
1.         Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan menggunakan aplikasi e-SPT tetap menggunakan aplikasi e-SPT PPN 1107 yang sudah ada sampai Formulir SPT Masa PPN yang baru selesai dibuat yang direncanakan digunakan paling lambat 1 Januari 2011.
2.         Untuk Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak kepada pembeli tanpa identitas dan Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak dalam rangka penyerahan BKP kepada turis asing, pelaporan dalam aplikasi e-SPT PPN 1107 dilakukan dengan cara menggunggung nilai Dasar Pengenaan Pajak dan PPN-nya pada Lampiran 1107 A Bagian III “Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak Sederhana”.
3.         Bagi Pengusaha Kena Pajak Toko Ritel yang ditunjuk melakukan penyerahan kepada Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan menggunakan aplikasi e-SPT PPN 1107, wajib melampirkan Daftar Rincian Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) kepada Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada Lampiran PER-14/PJ/2010 tanggal 26 Maret 2010 secara manual. Daftar Rincian tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPT Masa PPN Toko Ritel yang bersangkutan.
            Bagi Pengusaha Kena Pajak lainnya yang melakukan penyerahan kepada pembeli tanpa identitas (Nama dan NPWP pembeli tidak diisi) tidak wajib melampirkan daftar rinciannya pada saat menyampaikan e-SPT PPN 1107 tetapi cukup mengadministrasikan rincian yang dimaksud.
4.         Untuk mengakomodir apabila terjadi Nomor Faktur Pajak yang diinput dalam aplikasi e-SPT PPN 1107 A Bagian II “Penyerahan dalam Negeri Dengan Faktur Pajak” tidak berurutan, maka Wajib Pajak terlebih dahulu mengubah setting aplikasi e-SPT PPN 1107 pada Informasi Profile bagian Penomoran Faktur diubah menjadi Input Manual.
5.         Bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu sebagaimana dimaksud Peraturan Menteri Keuangan Nomor : PMK-79/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010, dan menyampaikan SPT Masa PPN dengan menggunakan aplikasi e-SPT PPN 1107 cara Penghitungan Norma, agar terlebih dahulu mengunduh aplikasi e-SPT PPN 1107 versi 3.1 yang dapat diperoleh pada portaldjp atau www.pajak.go.id. Penyesuaian dilakukan atas formulasi penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

PPn BM NOMOR PER-8/PJ/2010 TANGGAL 1 MARET 2010




PERATURAN DIRJEN PAJAK
NOMOR PER-8/PJ/2010 TANGGAL 1 MARET 2010
TENTANG
SAAT TERUTANGNYA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH DARI PUSAT KE CABANG ATAU SEBALIKNYA DAN PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH ANTAR CABANG

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang       :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Saat Terutangnya Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah dari Pusat ke Cabang atau Sebaliknya dan Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Antar Cabang;

Mengingat         :
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 42 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG SAAT TERUTANGNYA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH DARI PUSAT KE CABANG ATAU SEBALIKNYA DAN PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH ANTAR CABANG.

Pasal 1
(1)        Dalam hal Pengusaha mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, maka Pengusaha tersebut harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada setiap tempat pajak terutang.
(2)        Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal Pengusaha melakukan pemusatan tempat pajak terutang.
(3)        Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh Pengusaha Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah antar cabang, terutang Pajak Pertambahan Nilai.
(4)        Dalam hal pusat atau cabang yang menyerahkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, atas penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(5)        Saat terutangnya Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan pada saat penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dari Pengusaha Kena Pajak pusat atau cabang kepada pihak lain.

Pasal 2
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-428/PJ./2002 tentang Saat Terutangnya Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Dari Pusat Ke Cabang atau Sebaliknya dan Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Antar Cabang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 3
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010.


PPN BM NOMOR 35/PMK.03/2008 TANGGAL 26 FEBRUARI 2008




PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 35/PMK.03/2008 TANGGAL 26 FEBRUARI 2008
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 620/PMK.03/2004 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH



MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
a.         bahwa dalam rangka meningkatkan daya saing dan untuk lebih memberikan kepastian hukum bagi industri perhiasan nasional perlu dilakukan penyesuaian pengenaan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhadap barang berupa perhiasan yang mengandung mutiara, intan, batu mulia (selain intan) atau batu semi mulia;
b.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 dan Pasal 8 ayat (4) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 18 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
2.         Peraturan Pemerintah nomor 145 TAHUN 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 261, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4063) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4619);
3.         Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
4.         Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 620/PMK.03/2004 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH.

Pasal I
Mengubah Lampiran VI Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/KMK.03/2004 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal II
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

PPN NOMOR SE-119/PJ/2010 TANGGAL 16 NOPEMBER 2010




SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-119/PJ/2010 TANGGAL 16 NOPEMBER 2010
TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA ANGKUTAN UMUM DI JALAN

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa angkutan umum di jalan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 527/KMK.03/2003 tentang Jasa di Bidang Angkutan Umum di Darat dan di Air yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2006, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1.         Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4A ayat (3) huruf j Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, bahwa jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri.
2.         Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 527/KMK.03/2003 tentang Jasa di Bidang Angkutan Umum di Darat dan di Air yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2006, bahwa yang dimaksud dengan Kendaraan Angkutan Umum adalah kendaraan motor yang dipergunakan untuk kegiatan pengangkutan orang dan/atau barang yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran baik dalam trayek maupun tidak dalam trayek, dengan menggunakan tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam.
3.         Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan butir 2, dengan ini ditegaskan bahwa penyerahan jasa Angkutan Umum di jalan dengan menggunakan Kendaraan Angkutan Umum tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sepanjang menggunakan kendaraan bermotor dengan tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam, termasuk penyerahan jasa Angkutan Umum di jalan dengan menggunakan Kendaraan Angkutan Umum yang bersifat charter atau sewa.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya, serta disebarluaskan dalam wilayah kerja Saudara masing-masing.

PPN NOMOR SE-05/PJ./2008 TANGGAL 6 FEBRUARI 2008




SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE-05/PJ./2008 TANGGAL 6 FEBRUARI 2008
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-2/PJ./2008 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBAYAR OLEH PEMERINTAH ATAS PENYERAHAN MINYAK GORENG DI DALAM NEGERI




Bersama ini disampaikan salinan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ./2008 tentang Tata Cara Penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibayar Oleh Pemerintah Atas Penyerahan Minyak Goreng di Dalam Negeri. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut:
1.         Minyak Goreng adalah:
a.         Minyak Goreng Sawit Curah Tidak Bermerek;
b.         Minyak Goreng Kelapa/Sawit Dalam Kemasan.
2.         Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah produsen atau distributor atau agen atau pedagang pengecer yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, yang melakukan penyerahan Minyak Goreng.
3.         Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang atas penyerahan Minyak Goreng oleh PKP dibayar oleh pemerintah.
4.         Ketentuan dan tata cara pengisian Faktur Pajak atas penyerahan Minyak Goreng oleh PKP adalah sebagai berikut:
4.1.                   PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak atas setiap penyerahan Minyak Goreng;
4.2.                   Faktur Pajak wajib diterbitkan pada saat penyerahan dilakukan;
4.3.                   Kode Transaksi pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar atas penyerahan Minyak Goreng adalah dengan menggunakan Kode Transaksi 07 dipersamakan dengan penyerahan yang PPN dan atau PPn BM Tidak Dipungut kepada selain Pemungut PPN;
4.4.       Faktur Pajak yang diterbitkan harus dibubuhi :
a.         cap "PPN DIBAYAR PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 14/PMK.011/2008" untuk penyerahan Minyak Goreng Sawit Curah Tidak Bermerek;
            b.         cap "PPN DIBAYAR PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 15/PMK.011/2008" untuk penyerahan Minyak Goreng Kelapa/Sawit Dalam Kemasan.
5.         Ketentuan dan tata cara pelaporan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN atas penyerahan Minyak Goreng oleh PKP adalah sebagai berikut:
5.1.                   PKP melaporkan Faktur Pajak Standar atas penyerahan Minyak Goreng dalam SPT Masa PPN sesuai dengan tata cara pelaporan untuk Kode Transaksi 07;
5.2.       PKP wajib melaporkan Faktur Pajak sederhana atas penyerahan Minyak Goreng dalam SPT Masa PPN Formulir 1107A pada butir III (Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak Sederhana) dengan mengisi nilai harga jual pada kolom DPP dan PPN yang terutang pada kolom PPN (Rupiah) tidak perlu diisi;
5.3.       PKP wajib membuat daftar rincian Faktur Pajak yang diterbitkan atas penyerahan Minyak Goreng dengan menggunakan format laporan sebagaimana ditetapkan;
5.4.                   PKP wajib melaporkan daftar rincian sebagaimana dimaksud pada butir 5.3 sebagai lampiran kelengkapan SPT Masa PPN;
5.5.                   Daftar rincian Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 5.3 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPT Masa PPN.
6.         PPN yang dibayar oleh PKP atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk menghasilkan dan/atau menyerahkan Minyak Goreng merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
7.         PPN yang dibayar oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada butir 3 tidak dapat dikreditkan.
8.         Dalam hal SPT Masa PPN yang dilaporkan oleh PKP menunjukkan lebih bayar maka atas PPN lebih bayar tersebut dapat dimintakan pengembalian oleh PKP. Tata cara permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
9.         Untuk kepentingan perhitungan dan pengawasan pelaksanaan PPN yang dibayar oleh pemerintah atas penyerahan Minyak Goreng oleh PKP dan dalam rangka memberikan pelayanan terhadap PKP maka diminta:
9.1.       Kepala KPP untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a.         Mengawasi pelaporan SPT Masa PPN dan daftar rincian PPN yang dibayar oleh pemerintah atas penyerahan Minyak Goreng;
b.         Membuat daftar rincian PKP sebagaimana dimaksud pada butir 2 (dua), dengan membagi dalam dua kelompok yakni kelompok produsen/pabrikan dan distributor/pengecer Minyak Goreng;
c.         Mengkompilasi daftar rincian PPN yang dibayar oleh Pemerintah atas penyerahan Minyak Goreng dan mengirimkan ke Kepala Kantor Wilayah DJP masing-masing paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah berakhirnya jangka waktu penyampaian SPT Masa PPN dengan menggunakan format laporan pada lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
            d.         Menyelesaikan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN oleh PKP sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku
9.2.       Kepala Kantor Wilayah DJP untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a.         Mengawasi dan mengkoordinir KPP pada wilayah kerja masing-masing dalam pelaksanaan PPN dibayar Pemerintah atas penyerahan Minyak Goreng;
                        b.         Mengkompilasi laporan dari KPP dan mengirimkan laporan kompilasi kepada Direktur Jenderal Pajak u/p Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa PPN dengan menggunakan format laporan pada lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
9.3.                   Laporan Kompilasi sebagaimana tersebut pada butir 9.2 huruf b agar disampaikan tepat waktu mengingat data tersebut akan digunakan sebagai dasar perhitungan DJP untuk mengajukan tagihan atas PPN yang dibayar oleh pemerintah.
Dengan terbitnya Surat Edaran ini, maka penegasan yang diberikan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-41/PJ./2007 tanggal 25 September 2007, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-sebaiknya.