Total Tayangan Halaman

Senin, 17 Desember 2012

PPH 21 NOMOR 100/PMK.03/2011 TANGGAL 11 JULI 2011




PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 100/PMK.03/2011 TANGGAL 11 JULI 2011
TENTANG
TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS SURPLUS BANK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) PERATURAN PEMERINTAH nomor 94 TAHUN 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Surplus Bank Indonesia;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2.         Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3.         PERATURAN PEMERINTAH nomor 94 TAHUN 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183);
4.         Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS SURPLUS BANK INDONESIA.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1.         Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009.
2.         Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008.

Pasal 2
(1)        Surplus Bank Indonesia merupakan objek Pajak Penghasilan.
(2)        Surplus Bank Indonesia yang merupakan objek Pajak Penghasilan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah surplus Bank Indonesia menurut laporan keuangan audit setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang PPh dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia.
(3)        Laporan keuangan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
(4)        Penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang PPh dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan atas:
            a.         pengakuan keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing;
            b.         penyisihan aktiva; dan
            c.         penyusutan aktiva tetap.

Pasal 3
(1)        Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a, diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Pedoman Akuntansi Keuangan Bank Indonesia.
(2)        Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diakui sebagai penghasilan atau yang dibebankan sebagai biaya dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yang telah direalisasi, yang diperoleh dari selisih antara kurs jual mata uang asing pada tanggal transaksi dengan harga perolehan rata-rata.

Pasal 4
(1)        Penyisihan aktiva sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b, dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.
(2)        Penyisihan aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan terhadap piutang tak tertagih berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sebagaimana diatur dalam Pedoman Akuntansi Keuangan Bank Indonesia.
(3)        Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
(4)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
(5)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.

Pasal 5
Penyusutan aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf c atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang PPh beserta peraturan pelaksanaannya.

Pasal 6
(1)        Atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang diperoleh sebelum Tahun Pajak 2009, berlaku ketentuan sebagai berikut:
            a.         dasar penyusutan sejak Tahun Pajak 2009 menggunakan nilai sisa buku per tanggal 31 Desember 2008 sesuai dengan Pedoman Akuntansi Keuangan Bank Indonesia; dan
            b.         nilai sisa buku per tanggal 31 Desember 2008 dianggap sebagai harga perolehan Tahun Pajak 2009 dengan menggunakan kelompok harta berwujud sesuai masa manfaat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPh.
(2)        Atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dibiayakan sekaligus dan perolehan harta berwujud dimaksud sebelum Tahun Pajak 2009, diperlakukan sebagai biaya pada tahun pengeluaran.
(3)        Atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dibiayakan sekaligus dan perolehan harta berwujud dimaksud sejak Tahun Pajak 2009, pembebanan harta berwujud dimaksud dilakukan melalui penyusutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPh beserta peraturan pelaksanaannya.

Pasal 7
Penyesuaian atau koreksi fiskal yang terkait dengan surplus Bank Indonesia yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan yang berlaku secara umum.

Pasal 8
(1)        Besarnya angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Bank Indonesia untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas surplus Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) menurut Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) Tahun Pajak yang bersangkutan yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dikurangi dengan:
            a.         Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Undang-Undang PPh serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang PPh; dan
            b.         Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang PPh,
dibagi 12 (dua belas).
(2)        Jika dalam Tahun Pajak berjalan terdapat perubahan atas Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, besarnya angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Bank Indonesia dihitung kembali berdasarkan perubahan atas Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) tersebut dan berlaku mulai Masa Pajak berikutnya setelah bulan disetujuinya perubahan atas Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI).

Pasal 9
Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan, paling lambat pada batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang KUP beserta peraturan pelaksanaannya.

Pasal 10
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di     :           Jakarta
pada tanggal      :           11 Juli 2011

MENTERI KEUANGAN,
            ttd
AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 Juli 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
            ttd
PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 396

Tidak ada komentar:

Posting Komentar